Selasa, 15 Maret 2011

PENDEKATAN PSIKOANALITIK (KLINIS)



NAMA :MARA SUZANA
NIM :10842003926
JUR/SMSTR :BPI/VI
STUDY :PSIKOLOGI KLINIS
DOSEN : M. FAHLI ZATRA HADI S.Sos.I
PENDEKATAN PSIKOANALISA
A. Pendahuluan
Bentuk teori kepribadian dan terapi psikoanalitik ini muncul dalam konteks medis dengan asumsi dasar bahwa klinisi menangani patologi. Pendekatan psikoanalisis juga dikenal dengan istilah psikodinamik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Pendekatan-pendekatan psianalisis atau psikodinamik menganggap bahwa tingkah laku abnormal disebabkan oleh faktor-faktor intrapsikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive), yang mengganggu penyesuaian diri.
Pikoanalisis merupakan sebuah metode yang sangat berpengaruh mengobati gangguan mental, dibentuk oleh teori psikoanalitik, yang menekankan proses mental bawah sadar dan kadang-kadang digambarkan sebagai "psikologi mendalam."
Gerakan psikoanalitik berasal dari pengamatan klinis dan formulasi dari psikiater Austria yang bernama Sigmund Freud, yang menciptakan istilah itu selama 1890-an, Freud dikaitkan dengan yang lain Wina, Josef Breuer, dalam studi pasien neurotik bawah hipnosist. Freud dan Breuer mengamati bahwa, ketika sumber ide pasien dan impuls dibawa ke dalam kesadaran selama kondisi hipnosis, pasien menunjukkan perbaikan.
Norman D. Sundberg dkk (2007:190) Bagaimana Freud memikirkan tentang masalah psikologis? Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi pemikiran awal Freud-Katharina disebuah buku terbitan 1895, Studies on Hysteria (Breuer dan Freud, hal. 125-134).Psikoanalisa dapat dikatakan sebagai aliran psikologi yang paling dikenal meskipun mungkin tidak dipahami seluruhnya. Namun psikoanalisa juga merupakan aliran psikologi yang unik, tidak sama seperti aliran lainnya. Aliran ini juga yang paling banyak pengaruhnya pada bidang lain di luar psikologi, melalui pemikiran Freud.
Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
B. Pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:61), Minat Freud pada neurologi menyebabkan ia menspesialisasi diri di bidang keperawatan gangguan-gangguan saraf, sebuah cabang ilmu kedokteran yang ketinggalan di tengah gerak maju dikalangan seni penyembuhan selama abad XIX. Untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan teknisnya, Freud belajar selama satu tahun pada psikiater Perancis yang terkenal, Jean Charcot, yang menggunakan hypnosis untuk menyembuhkan hysteria. Meskipun Freud mencoba hypnosis dengan pasien-pasiennya, namun ia tidak yakin dengan kemanjurannya. Karena itu ketika dia mendengar metode baru yang dikembangkan oleh seorang dokter Wina, Joseph Breuer, suatu metode dimana pasien disembuhkan dari simtom-simtom dengan cara mengungkapkannya, ia mencobanya dan melihat bahwa cara itu efektif. Breuer dan Freud bekerjasama menulis beberapa dari kasus-kasus hysteria mereka yang berhasil disembuhkan dengan teknik pengungkapan.
Akan tetapi kedua orang tersebut segera berbeda pandangan mengenai peranan faktor seksual dalam hysteria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual adalah penyebab dari hysteria sedangkan Breuer berpandangan lebih hati-hati. Sejak itu Freud praktis bekerja sendirian mengembangkan ide-ide yang menjadi dasar teori psikoanalitik dan yang mencapai puncaknya dalam penelitian hasil karya besar pertamanya, The interpretation of dream (1900).
Data empiris yang dipakai oleh Freud sebagai dasar bagi teori-teorinya terutama adalah ucapan-ucapan dan tingkah laku ekspresif pasien-pasien yang mengalami perawatan psikologis. Meskipun Freud mempelajari metode-metode tepat ilmu pengetahuan alam abad XIX dan menunjukkan reputasi yang hebat sebagai peneliti dalam bidang kedokteran sebelum mengalihkan perhatiannya pada psikologi, namun ia tidak menggunakan teknik eksperimental atau teknik observasi yang terkontrol dalam penelitian-penelitian tentang jiwa manusia. Freud tidak merupakan bagian dari psikologi eksperimental yang dirintis oleh Fechner pada tahun 1860 dan dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan oleh Wunt selama selama dua puluh tahun berikutnya. Tentu saja Freud akrab dengan gerakan ini dan filsafat Fechner mempengaruhinya, walaupun demikian Freud bukanlah seorang psikolog eksperimental. Ia tidak memerlukan eksperimen-eksperimen psikologi yang terkontrol, dam ia pun tidak mengumpulkan data dan menganalisinya secara kuantitatif seperti yang dilakukan oleh para psikolog abad XIX lainnya. Orang sia-sia mencari table atau grafik dalam tulisan-tulisannya yang sangat banyak. Freud juga tidak pernah menggunakan tes diagnostic atau bentuk-bentuk lain metode objektif pengukuran kepribadian. Teori-teorinya berkembang pada saat ia mendengar fakta dan khayalan yang diungkapkan oleh kepribadian-kepribadian yang mengalami gangguan.
Namun sangat keliru kalau mengatakan bahwa pengungkapan-pengungkapan verbal orang-orang yang menjalani perawatan merupakan satu-satunya bahan atas dasar mana Freud merumuskan teori-teorinya.
C. Struktur Kepribadian
Dalam teori Psikoanalitik, Freud membagikan struktur psikis atau mental manusia ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Id
Id merupakan dorongan biologis yang berada dalam ketidaksadaran (dorongan nafsu) yang beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) struktur mental ini sudah ada sejak lahir (bawah sadar). Manusia lahir membawa id, contohnya jika lapar kita menangis, mau mandi kita menangis. Jadi id merupakan bagian yang paling primitif yang tediri dari kebutuhan biologis dasar.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:64), Id merupakan system kepribadian yang asli, id juga merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk instink-instink. Freud menyebut id sebagai “kenyataan psikis yang sebenarnya”.
Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat tegangan organism meningkat, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat enegi rendah dan konstan serta menyenangkan.
Sumadi Suryabrata (2005:125), yang menjadi pedoman dalam berfungsinya id ialah menghindari diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan, pedoman ini disebut Freud sebagai “prinsip kenikmatan” atau “prinsip keenakan”. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan itu id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:
a. Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya.
b. Proses primer (primair vorgang), seperti orang lapar maka akan membayangkan makanan. Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia beruasaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tenteng objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.
Proses primer tidak akan mampu mereduksi atau mengurangi tegangan. Orang yang lapar tidak akan dapat memakan khayalan tentang makanan. Karena itu, suatu proses psikologis baru atau sekunder berkembang, dan apabila hal ini terjadi maka struktur system kedua kepribadian, yaitu ego melai terbentuk.
2. Ego
Ego adalah struktur fikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle), yang mengutamakan pemikiran logika dan rasional (tahap sadar). Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:65), perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego mebedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar. Ego bekerja berdasarkan prinsip kenyataan, dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Gerald Corey (2009:15) hubungan antara id dan ego adalah ego tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id.
Proses sekunder merupakan adalah berfikir realistic. Dengan proses sekunder, ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana ini, yang biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Hal ini disebut pengujian terhadap kenyataan (reality testing).
Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu kearah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberi respon, dan memutuskan instink manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
3. Super ego
Super Ego itu Merupakan struktur yang terbentuk dari komponen sosial dan moral, struktur ini bertanggung jawab menentukan tingkah laku baik dan buruk,beroperasi menurut prinsip moral. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:67), superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anaknya, dan dilaksanakan dengan cara memberi hadiah-hadiah atau hukuman-hukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, dia mencerminkan yang ideal bukan yang real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:67), fungsi-fungsi pokok superego adalah:
a. Merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena inilah impuls-impuls yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat.
b. Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan moralitas.
c. Mengajar kesempurnaan.
D. Dinamika Kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positifme ilmu pengetahuan abad XIX dan menganggap organisme manusia sebagai suatu system energy kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya, dan mengunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti sirkulasi pernapasan, gerakan otot, mengamati, berfikir dan mengingat. Apabila pekerjaan merupakan kegiatan psikologis, seperti berfikir, maka Freud yakin bahwa sangat sah menyebut energy ini energy psikis. Menurut doktrin penyimpanan energy, eneegi dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh system kosmis, berdasarkan pemikiran ini maka energy psikis dapat diubah menjadi energy fisiologis dan demikian sebaliknya. Titik hubungan atau jembatan antara energy tubuh dan energy kepribadian adalah id beserta instink-instinknya.
1. Instink
Instink didefenisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibasa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan ransangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:70), instink adalah suatu berkas atau butir energy psikis atau seperti dikatakan Freud, “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja”. Suatu instink mempunyai empat siri khas, yakni:
a. Sumber: sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
b. Tujuan: untuk menghilangkan peransangan jasmaniah.
c. Objek: seluruh kegiatan yang menjebatani antara munculnya suatu hasrat dan pemenuhannya.
d. Impetus: daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya.
Sgmund Freud (1984:37) sejak tahun 1920 teori psikoanalisa tidak berhasil memahami beberapa fenomena yang sering ditemui waktu perngobatan pasien-pasien neurotis. Apa sebabnya si pasien senantiasa kembali pada kegagalan-kegagalan, situasi-situasi yang melukai, ketidakberhasilan dalam cinta dimasa lampau. Beberapa pengualangan fenomena itu dapat dimengerti berdasarkan prinsip kesenangan. Namun pengulangan ada juga yang kurang mengenakkan. Freud berpendapat bahwa pada setiap makhluk hidup kita melihat kecenderungan untuk kembali ke suatu keadaan lebih dahulu, yaitu ke suatu keadaan inorganic. Dengan perkataan lain, kehidupan cenderung kembali kepada kematian. Jadi “keharusan untuk mengulangi” adalah prinsip psikologis yang berakar kuat dalam biologi.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:72), Freud menggolongkan instink kedalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Instink-instink hidup
Instink-instink hidup menjamin tujuan mempertahankan hidup individu dan perkembangbiakan ras. Rasa lapar, haus, dan seks termasuk dalam kategori ini. Bentuk energy yang dipakai oleh instink-instink hidup untuk menjalankan tugasnya disebut libido.
Instink hidup yang paling ditekankan oleh Freud adalah seks, dan selama tahun-tahun awal psikoanalisis, hampir segala sesuatu yang dilakukan orang dipandang bersumber pada maha dorongan ini. Sebenarnya, instink seks bukan tunggal melainkan banyak. Artinya ada sejumlah kebutuhan jasmaniah berlainan dan membangkitkan hasrat-hasrat erotic. Masing-masing hasrat ini bersumber pada bagian tubuh tertentu yang secara kolektif disebut daerah-daerah erogen.
Pada masa kanak-kanak, instink-instink seksual itu relative berdiri sendiri namun manakala orang mencapai pubertas, mereka cenderung menyatu dan bersama-sama menjalankan fungsi untuk tujuan reproduksi.
b. Instink-instink mati
Instink-instink mati disebut juga oleh Freud sebagai instink-instink merusak (destruktif), melaksanakan tugasnya secara lebih sembunyi-sembunyi dibandingkan instink-instink hidup. Menurut Freud, kehidupan hanyalah jalan memutar kearah kematian.
2. Distribusi Penggunaan Energi Psikis
Pada mulanya, id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini langsung mengabdi prinsip kenikmatan dengan mana id bekerja. Penggunaan energi untuk menghasilkan suatu gerakan atau gambaran yang memuaskan instink ini disebut pemilihan-objek atau kateksis-objek instink.
Energi id sangat mudah berubah, yang berarti ia dapat dengan mudah dipindahkan dari suatu gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan dari energi instink ini disebabkan karena id tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat diantara objek-objek. Objek-objek yang berbeda diperlakukan seolah-olah sama. Contohnya bayi yang lapar, misalnya dia akan mengambil apa saja yang dapat dipegang dan dimasukkannya ke dalam mulut.
3. Kesadaran dan ketaksadaran
Asumsi yang mendasari teori psikoanalisis adalah bahwa kegiatan mental manusia terjadi pada tingkat kesadaran, yaitu: (a) kesadaran, mencakup apapun yang dipikirkan dan dikerjakan manusia; (b) Prasadar, mencakup segala pengetahuan dan ingatan yangs ewaktu-waktu dalam dikeluarkan kea lam sadar; (c) Ketidaksadaran, mencakup segala sesuatu yang tidak ingin disadari dengan dengan sengaja ditekan agar terlupa.
Teori yang dikemukakan Sigmund Freud Mengatakan bahwa sebagian besar perilaku kita berasal dari Proses yang tidak disadari (unconscious processes). Yang dimaksud Freud tentang proses yang tidak disadari adalah: pemikiran, rasa takut, keinginan-keinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap perilakunya. Example : Anda mungkin saja mempunyai ketakutan tidak lulus pada ujian akhir, oleh karena itu anda mencoba untuk belajar dengan giat demi kelulusan Anda
Freud juga beranggapan bahwa :
a. Di dalam diri manusia terdapat berbagai macam impuls yang seringkali dilarang atau dihukum oleh orangtua pada masa kanak-kanak.
b. Impuls itu sebenarnya adalah bawaan atau instink yang dibawa sejak lahir, karena setiap orang lahir dengan membawa berbagai impuls.
c. Melarang impuls itu hanya akan mendorong mereka keluar dari kesadaran dan masuk ke bawah sadar mereka. dimana mereka akan tetap mempengaruhi mimpi,mannaerisme dan bermanifestasi.
Konsep mental yang aktif terutama dianut oleh para ahli di Jerman. Pada waktu ini peran dominan strukturalisme di Jerman telah diambil alih oleh aliran Gestalt. Paham Gestalt menganggap struktur pengorganisasian mental manusia adalah inherent. Struktur ini memungkinkan manusia belajar dan mendapatkan isi mental itu sendiri. Dengan demikian, Gestalt berfokus pada konsep mental yang aktif namun tetap empiris.
Psikoanalisa mengikuti keaktifan mental dari Gestalt (Freud dengan psikodinamikanya pada level kesadaran dan non kesadaran) namun tidak empiris. Tidak seperti aliran lainnya, psikoanalisa berkembang bukan dari riset para akademisi, tapi berdasarkan pengalaman dari praktek klinis.
Pada masa ini penanganan terhadap penderita gangguan mental sangat tidak manusiawi dan disamakan dengan para pelaku kriminal serta orang-orang terlantar. Reformasi dalam penanganan penderita gangguan mental diawali dengan perbaikan fasilitas pengobatan, akhirnya mengarah pada perbaikan di bidang teknik terapi bagi gangguan emosional dan perilaku.
Pemikiran dan teori Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.
Suprapti Slamet dan Sumarmo Markam (2003:63-34), pendekatan psikoanalisis atau psikodinamik menganggap bahwa tinglah laku abnormal disebabkan oleh faktor-faktor intrapsikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive), yang mengganggu penyesuaian diri. Menurut Freud, esensi pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya.
4. Kecemasan
Gerald Corey (2009:17) Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil.
Reaksi umum bagi individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan luar atau lingkungan yang tak siap ditanggulanginya ialah menjadi takut.menghadapi ancaman biasanya orang merasa takut. Kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego menjadi diliputi kecemasan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:81), Freud membedakan tiga macam kecemsan, yakni:
a. Kecemasan realitas: adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang datang.
b. Kecemasan neurotic: adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya.
c. Kecemsan moral atau perasaan bersalah: adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
E. Perkembangan Kepribadian
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:82), Freud berpendapat bahwa kepribadian telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima, dan bahwa perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan kolaborasi terhadap struktur dasar itu. Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yakni: proses-proses pertumbuhan fisiologis, frustasi-frustasi, konflik-konflik, dan ancaman-ancaman. Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, sang pribadi terpaksa mempelajari cara-cara baru mereduksi tegangan.
Identifikasi dan pemindahan (displacement) adalah dua cara yang digunakan individu untuk belajar mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan.
1. Identifikasi
Identifikasi didefenisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih cirri-ciri orang lain dan menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari kepribadian sendiri. Identifikasi juga merupakan cara dengan mana orang dapat memperoleh kembali suatu objek yang telah hilang.
2. Pemindahan
Apabila objek asli yang dipilih instink tidak dapat dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam (anti kateksis), maka suatu kateksisi yang baru akan terbentuk , kecuali jika terjadi suatu represi yang kuat.
Arah yang ditempuh pemindahan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
a. Kemiripan objek pengganti dengan objek aslinya
b. Sanksi-sanksi dan larangan-larangan yang diterapkan masyarakat.
3. Mekanisme-mekanisme Pertahanan Ego
Dibawah tekanan kecemasan yang berlebih-lebihan, ego kadang-kadang terpaksa menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara tersebut disebut mekanisme pertahanan ego. Mekanisme pertahanan ego yang dilakukan mempunyai dua cirri umum, yaitu:
a. mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan.
b. mereka bekerja secara tak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Pertahanan-pertahanan pokok yang dilakukan adalah:
a. Penyangkalan, adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata” terhadap keberadaan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi, adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal –hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada dirinya.
c. Fiksasi, adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan.
d. Regresi, adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutannya tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi, adalah menciptakan alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera, memalukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi, asalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displasement, adalah mengarahkan energi kepala objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak dijangkau.
h. Represi, adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
i. Formal reaksi, adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
4. Tahap-tahap Perkembangan
Model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa. Menurut Gerald Corey, pemahaman psikoanalitik tentang perkembangan adalah hal yang esensial jika seseorang konselor menangani kliennya secara mendalam. Ia mengatakan masalah-masalah yang paling khas yang dibawa orang-orang, baik ke dalam situasi-situasi konseling individual maupun kelompok, terdiri dari:
- Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain.
- Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-parasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom.
- Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan-perasaan seksual diri sendiri.
Bagi Freud tahun-tahun pertama kehidupan yang hanya beberapa itu memiliki peranan yang menentukan bagi pemberntukan kepribadian.
a. Tahap oral
Dari lahir hingga akhir usia satu tahun seseorang bayi menjalani fase oral. Masalah-masalah yang kepribadian yang muncul akibat yang bersumber dari fase oral adalah: pengembangan pandangan terhadap dunia yang didasari oleh ketidakpercayaan, ketakutan untuk menjangkau orang lain, penolakan terhadap afeksi, ketakutan untuk mencintai dan mempercayai rasa harga diri yang rendah, isolasi dan penarikan diri, dan ketidakmampuan membangun atau memlihara hubungan yang akrab.
Selama tahap pertama, yang berlangsung selama kira-kira satu tahun, mulut merupakan daerah pokok kegiatan dinamik. Sumber kenikamatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Makan meliputi stimulasi sentuhan terhadap bibir dan rongga mulut, serta menekan atau jika makanan tidak menyenangkan maka akan dimuntahkan keluar.
Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk mengigit dan mengunyah. Dua macam aktivitas oral ini, yakni menelan makanan dan mengigit, merupakan prototipe bangi banyak ciri karekter yang berkembang dikemudian hari.
Fase oral adalah memperoleh rasa percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kank selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:72), Freud berpendapat bahwa symptom ketergantungan yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.
b. Tahap anal
Setelah makanan dicerna, maka sisa makanan akan menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara refleks akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pengeluaran feses menghilangkan sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega. Tahap oral disusun dengan berkembangnya kateksis dan anti kateksis disekitar fungsi-fungsi eliminasi dan disebut tahap anal. Tahap ini berakhir pada tahun kedua.
Tugas penting yang harus diselesaikan di fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonom, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang agresif. Bermula dari tahun kedua hingga tahun ketiga, fase anal memiliki arti penting bagi pembentukan kepribadian. Masalah-masalah kepribadian yang muncul kemudian, seperti kompulsi, berakar pada cara para orang tua memperlakukan anak-anaknya selama fase anal ini.
c. Tahap phalik
Tahap falik adalah tahap dimana kenikmatan berfokus pada alat kelamin, pada tahap ini muncul Oedipus complex. Fase falik adalah fase ketika kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara, berfikir, dan mengendalikan otot-otot berkembang pesat. Selama fase ini, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin. Pada fase falik, masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tahu tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh sendiri dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan di antara kedua jenis kelamin. Banyak sikap seksualitas ini bersumber dari fase falik, sehingga perlunya penanganan dorongan seksualitas pada fase ini.
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksual sebagai hal yang ilmiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Pada fase falik ini anak membentuk sekap-sikap mengenai kesenangan fisik, mengenai yang benar dan yang salah, mengenai mana yang maskulin dan mana yang feminim.
d. Tahap laten
Tahap laten adalah suatu tahap dimana anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan keterampilan social dan intelektual. Anak memasuki periode laten yang cukup lama, yang secara dinamis disebut disebut tahun-tahun yang tenang. Selama periode ini, impuls-impuls cenderung berada dalam keadaan direpresikan. Munculnya kembali dinamika pada masa adolesen yang dinamis mengaktifkan kembali impuls-impuls pragenital. Apabila impuls-impuls ini berhasil dipindahkan dan disublimasikan oleh ego maka sampailah orang pada tahap kematangan yang merupakan tahap terakhir yakni tahap genital.
e. Tahap genital
Tahap genital adalah suatu masa kebangkitan seksual, sumber kenikmatan seksual sekarang menjadi seseorang yang berada di luar keluarga. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisme ini disalurkan kepilihan-pilihan objek yang sebenarnya. Anak remaja mulai mencintai orang lain terdorong oleh motif-motif altruistik (mementingkan keperluan orang lain) bukan semata-mata karena cinta diri atau narsisitik.
Daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan-kegiatan kelompok, perencanaan karir, dan persiapan untuk menikah dan membangun keluarga mulai muncul. Pada akhir masa adolesen, katarsis-katarsis yang telah disosialisasikan dan altruistic ini telah mejadi cukup stabil dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasi-sublimasi, dan identifikasi-identifikasi.
F. Proses terapi dalam psikoanalitik
1. Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstrusi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afaktif dari upaya menjadi ketaksadaran diketahui.
2. Fungsi dan peran terapis
Analisis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Pengorganisasian proses-proses terapeutik dalam konteks pemahaman terhadap struktur kepribadian dan psikodinamik-psikodenamik itu memungkinkan analisis bisa merumuskan sifat sesungguhnya dari masalah klien. Salah satu fungsi utama analisis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah.
3. Pengalaman klien dalam terapi
Klien harus bersedia melibatkan diri ke dalam proses terapi yang intensif dan berjangka panjang. Biasanya klien mendatangi terapi beberapa kali seminggu dalam masa tiga sampai lima tahun, yang dalam pertemuan biasanya berlangsung satu jam. Setelah beberapa kali tatap muka, kemudian klien diminta berbaring melakukan asosiasi bebas, yakni mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Proses asosiasi bebas diketahui sebagai “aturan yang fundamental”. Pada saat berbaring, klien melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-pengalaman, asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan, dan fantasi-fantasinya.
Klien mencapai kesepakatan dengan analisis mengenai pembayaran biaya terapi, mendatangi pertemuan terapi pada waktu tertentu, dan bersedia terlibat dalam proses intensif. Klien sepakat untuk berbicara karena produksi verbal klien merupakan esensi terapu psikoanalitik. Klien secara khusus diminta untuk mengubah gaya hidupnya selama periode analisis.
Selama terapi klien bergerak melalui tahap-tahap tertentu: mengembangkan hubungan dengan analisis, mengalami krisis treatment, memperoleh pemahaman atas masa lampaunya yang tak disadari, mengembangkan resistansi-resistansi untuk balajar lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan analisis, memeperdalam terapi, menangani terapi, menangani resistansi-resistansi dan masalah yang tersingkap, dan mengakhiri terapi.
4. Hubungan antara terapis dan klien
Hubungan klien dengan analisis dikonseptualkan dalam proses transfernsi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Dimensi utama dari proses penggarapan adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.
Jika analisis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan. Kontratranferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalah-masalah analisis sendiri akan menghambat penanganan masalah-masalah klien.
Analisis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflek-konflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karenanya dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analisis tidak mampu mengatasi kontratranferensi, maka dia menganjurkan agar kembali menjalankan analisis pribadi.
G. Teknik-teknik dalam psikoanalitik
1. Asosiasi bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini klien diminta melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan lain-lain, walaupun kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis, menyakitkan, ataupun menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini ditentukan oleh suatu sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak asosiasi ini sampai kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang tadinya hanya terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya emosi yang kuat, yang selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun kemudian disebut sebagai katarsis.
Cara yang khas ialah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisis duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Hal ini dilakukan guna membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif, analis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas ini.
Selama asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Analisis menafsirkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien kearah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya yang tidak disadari oleh klien.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:100) Pada pokoknya, metode asosiasi bebas menuntut pasien yang mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, tak peduli betapa memalukan atau tak pantas kedengarannya. Metode ini menuntut supaya pasien berbicara tentang segala sesuatu dan apa saja yang terjadi pada dirinya dengan leluasa dan tanpa berusaha membuat uraian yang logis, teratur, dan penuh arti. Peranan ahli terapi untuk sebagian besar adalah pasif. Ahli terapi duduk dan mendengarkan, kadang-kadang mendorong pasien dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan bila pasien kehabisan kata-kata, tetapi tidak melakukan interupsi bila pasien sedang berbicara. Untuk menjaga agar pengaruh gangguan yang datang dari luar tetap minimal, biasanya pasien disuruh berbaring diatas dipan dalam ruangan yang tenang.
Freud mengamati bahwa apabila syarat-syarat ini terpenuhi, maka akhirnya pasien mulai menceritakan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awalnya. Ingatan-ingatan ini memberikan pada Freud pemahaman real bahwa masa kanak-kanak merupakan pembentukan struktur kepribadian dan perkembangan selanjutnya.
2. Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam meganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan tranferensi-transferensi. Prosedurnnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analisis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangi bahan tak sadar pada pihak klien.
3. Analisis mimpi
Sigmund Freud (1984:24) Mimpi merupakan suatu tema yang penting sekali bagi Freud, bahwa mimpi adalah “via regia” atau jalan utama yang mengantarkan kita ke ketidaksadaran. Mimpi adalah suatu produk psikis dan karena hidup psikis dianggapnya sebagai konflik antara daya-daya psikis, maka masuk akal saja kalau Freud mulai dengan mengerti mimpi sebagai perwujudan suatu konflik.
Freud memberi batasan dalam mimpi, bahwa mimpi adalah cara berkedok untuk mewujudkan suatu keinginan yang direpresi. Mimpi mempunyai fungsi. Fungsi dari mimpi adalah melindungi tidur kita. Hal ini dilaksanakan dengan dua cara: disatu pihak dengan mengintegrasi faktor-faktor dari luar yang mengganggu tidur kita, dan dipihak lain dengan memberikan pemuasan untuk sebagian kepada keinginan-keinginan yang direpresi atau yang tidak sempat dipuaskan dalam kenyataan. Kalau faktor-faktor dari luar menjadi terlalu kuat, maka terjadilah apa yang oleh Freud disebut “arousal-dreams” (mimpi-mimpi yang berakhir dengan membangunkan kita). Kalau keinginan-keinginan terlalu kuat, maka sensor sudah kewalahan dan orang-orang yang tidur diganggu oleh mimpi cemas (mimpi buruk).
Untuk mempelajari mimpi, orang harus menelusuri proses terbentuknya mimpi dalam jurusan yang berlawanan. Dengan bertolak dari isi yang terang, orang harus kembali kepikiran-pikiran tersembunyi yang telah didistorsi oleh sensur. Setelah melewati pelbagai distorsi, akhirnya orang dapat memperlihatkan keinginan yang direpresi. Tetapi perlu dicatat lagi lagi bahwa sesuatu penafsiran, mimpi tetap merupakan suatu produk ketidaksadaran dan harus diperlakukan demikian.
Sigmund Freud (1984:26) Bagi Freud analisa tentang mimpi membawa keuntungan. Pertama-tama analisa itu dapat meneguhkan hipotesis tentang susunan dan berfungsinya hidup psikis. Lalu melalui hasil studinya tentang mimpi-mimpi ia mencapai kemajuan besar dibidang pengobatan neurosa-neurosa, antara lain karena lewat mimpi dapat membongkar ingatan-ingatan dari masa lampau (berarti masa anak) yang tidak mungkin ditemukan lagi dengan cara yang lain.
Keberhasilan dalam bidang penelitian tentang mimpi menjadi alat bagi Freud untuk mengarahkan perhatiannya kepada fenomena-fenomena psikis seperti lelucon, perbuatan keliru, lupa, dan sebagainya, pokoknya semua fenomena dari hidup sehari-hari yang dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti isi mimpi yang terang.
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan mengistimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
Analisa terhadap mimpi ini biasanya dilandasi oleh konsep psikoseksual, serta termuat isu gender. Contohnya adalah mimpi mengenai sebuah pohon dapat diinterpretasikan sebagai keinginan untuk mengekspresikan dorongan seksual apabila diimipikan oleh laki-laki, atau representasi dari keinginan untuk memiliki superioritas laki-laki bila dimimpikan oleh perempuan. Dalam hal ini, pohon dipandang sebagai representasi dari alat kelamin laki-laki.
4. Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi merupakan sebuah konsep yang fundamental dalam praktek psikoanalitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien.
5. Analisis dan penafsiran transferensi
Sama halnya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Analisis transferensi yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Transference adalah saat pasien mengembangkan reaksi emosional keterapis. Hal ini bisa saja dikarenakan pasien mengidentifikasi terapis sebagai seseorang dimasa lalunya, misalnya orang tua atau kekasih. Disebut positive transference apabila perasaan itu adalah perasaan saying atau kekaguman, serta negative transference apabila perasaan ini mengandung permusuhan dan kecemburuan.
H. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tentang teori psikoanalisis di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia berperilaku karena libido seksualnya (dorongan untuk memuaskan nafsu). Insting ini tidak mengenal batas, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia asosial, cenderung agresif dan mementingkan diri sendiri.
Menurut Capra (2002, 212) dalam psikoanalisis tersirat behwa manusia bersifat deterministic. Setiap peristiwa psikologi memiliki penyebab yang pasti dan akan menimbulkan akibat yang pasti pula; dan keseluruhan keadaan psikologis seseorang secara unik ditentukan oleh “keadaan awal” pada masa kanak-kanak.
Sejarah pemikiran dan pandangan Freud tentang naluri agresif atau naluri destruktif ini sangatlah rumit. Kekurangan tertentu dalam kapasitas psikis kita yang karakteristik umumnya masih perlu deselidiki lebih lanjut dan beberapa tindakan yang tampaknya tidak disengaja ternyata dapat dibuktikan memiliki motivasi yang kuat setelah diteliti secara psikoanalisis dan motivasi itu dapat diketahui dengan melakukan penyadaran terhadap motif-motif yang tidak sadar.
Gerakan psikoanalitik memperkenalkan studi tentang proses-proses ketidaksadaran yang mempengaruhi aktivitas manusia, gerakan tersebut sangat konsisten dengan model aktivitas mental di Jerman yang berasal dari tulisasan-tulisan Leibniz dan Kant. Psikoanasisis menekankan tujuan keseimbangan homeostatik energi-energi ketidak sadaran dalam kepribadian.
Teknik yang dipakai oleh teori psikoanalisis yang digunakankan oleh Sigmund freud yaitu teknik asosiasi bebas, transperensi, analisis mimpi, penapsiran dan resistensi. Pendekatan psikoanalisa ini dalam klinisnya menggunakan teknik-teknik ini.
Para teoritis lain memodifikasi teori Freud dan memasukkan teori budaya serta kebutuhan sosial. Selain itu, para cendikiawan mengintegrasikan model psikoanalitik dengan pendekatan lapangan dan asumsi eksistensial.
Daftar Pustaka:
- Slamet Suprapti, Markam Sumarmo, 2003, Psikologi Klinis, Jakarta: UI Press
- Hall Calvin S., Lindzey Gardner, 1994, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Yogyakarta: Penerbit Kanisius
- Suryabrata Sumadi, 2005, Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
- Sundberg Norman D., Winebarger Allen, 2007, Psikologi Klinis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama
- Freud Sigmund, 1984, Memperkenalkan Psikoanalisa, Jakarta: PT Gramedia