Minggu, 04 April 2010

PROYEKSI

PROYEKSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psyshose) adalah penyakit jiwa akibat dari tidak mampunya seseorang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup menyesuaikan diri denga situasi yang dihadapinya.(1) Apabila seseorang seseorang tidak mampu mengatasi kesukaran-kesukaran hidupnya dengan baik dan penuh perkiraan, maka hal tersebut akan mendorong kepada bermacam-macam penyesuaian diri yang terjadi akibat tekanan-tekanan.

Tekanan akan ditangani dengan berbagai pembelaan, meskipun dengan “usaha pembelaan” yang menyimpang (pengkaburan). Semua usaha-usaha pembelaan yang berdasarkan dengan penyimpangan kenyataan yang sebenarnya, demi untuk mencapai tujuan-tujuan, sebagai berikut: (2)

1. Agar individu dapat menjauhi rasa cemas dan rasa dosa yang mesyertainya.

2. Agar individu memelihara dirinya, demi harga dirinya.

Cara yang terbaik untuk menghilangkan ketegangan batin ialah dengan jalan menghilangkan sebab-sebabnya. Tetapi tidak semua orang sanggup mengatasi dengan cara tersebut, dan mencari jalan lain yang kurang sehat yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Proyeksi

Tiap orang mempunyai sikap tercela atau sifat yang tidak diinginkan, atau seseorang tidak mau mengakui kelakuannya. Dan ia harus menahan diri jangan sampai ia mengakui kekurangan-kekurangan itu. Hal ini tidak akan terlaksana kecuali dengan pembelaan, cara yan terkenal adalah proyeksi.

Beberapa pengertian mengenai proyeksi:

1. Proyeksi adalah seseuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain terutama tekanan, pikiran atau dorongan-dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan kelihatannya masuk akal. (3)

2. Proyeksi adalah sifat-sifat yang tidak masuk akal kepada orang lain setelah ia diperbesar dan diujudkan. Dengan demikian tindakan tampak rasional dan masuk akal. (4)

3. Proyeksi adalah usaha melemparkan pikiran atau harapan yang negatif, atau juga kelemahan atau sikap diri sendiri yang keliru kepada orang lain.(5)

4. Menurut teori Freud, dalam mekanisme pertahanan ego, proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain.(6)

Orang yang tidak menerima kelemahannya, tetapi mempersalahkan orang lain. atau seperti yang dikatakan Freud: “Melihat perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dari orang lain yang sesungguhnya terdapat dalam ketaksadaran dari orang itu sendiri”.(7) Kadang-kadang perasaan berdosa seseorang dapat dihilangkan dengan melekatkan dosa itu kepada orang lain. kadang-kadang perasaan berdosa seseorang itu menjadi ringan jika ia sadar bahwa orang lain juga berdosa. Cara bela diri seperti ini banyak terdapat pada orang-orang yang suka menuduh orang lain berbuat sesuatu yang tida diterima oleh masyarakat. Kadang-kadang ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apa yang dituduhkan kepada orang lain sebenarnya merupakan sifat-sifat orang yang menuduh itu sendiri.

Seseorang melihat diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada dirinya sendiri. Jadi, dengan proyeksi, seseorang akan mengutuk orang lain karena “kejahatannya” dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dinggapnya jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.

B. Cara Melakukan Proyeksi

Proyeksi dilakukan dengan tiga cara: (8)

1. Menyalahkan sebab yang terjadi kebetulan, tidak relevan, dan khayalan,

2. Melihat kekurangan-kekurangan kepribadian yang dimiliki orang-orang lain,

3. Menyalahkan orang-orang lain atas kegagalan diri sendiri.

Cara pertama melakukan proyeksi biasanya tidak merugikan. Contohnya, jika anak-anak tersandung kursi, dan kemudian menyalahkan kursi tersebut, atau ada roh-roh yang mengganggu. Cara yagn kedua mungkin juga tidak merugikan, tetapi melebihi dari cara pertama karena mungkin merupakan langkah menuju kekalutan tingkah laku. Apabila orang melakukan proyeksi dengan cara ini dia berusaha menghidari diri dari perasaan bersalahnya dengan menyakinkan dirinya bahwa teman-temannya suka bertingkah laku yang disukai atau diinginkannya sendiri. Jika dia suka melawan maka dia juga melihat sifat suka melawan itu pada orang lain.

Cara yang ketiga adalah menyalahkan orang-orang lain atas kegagalan diri sendiri, dan hal itu juga biasa dilakukan oleh orang lain. apabila dasarnya ada dalam kenyataan dan tidak menggunakannya secara berlebihan, maka proyeksi ini dapat membantu seseorang memelihara kepercayaan dan harga dirinya. Namun proyeksi dapat menyesatkan jika tidak ada dasar dalam kenyataan karena hanya percaya bahwa orang lain bersalah (sampai-sampai mengira bahwa mereka itu berkomplot). Misalnya, seseorang mahasiswa mengeluh bahwa orang-orang tertentu diantara profesornya mempersulitkannya. Ternyata mahasiswa tersebut berambisi menjadi ahli konseling yang hebat. Dia yakin bahwa para anggota staf dari jurusan konseling merasa iri akan prestasinya dan berusaha mencegah untuk melakukan penelitian yang menarik minatnya sebab mereka takut bahwa dia akan mengungguli mereka. Disini mahasiswa tadi memproyeksikan ketidakberhasilannya hampir sampai pada psikosis, adanya kepercayaan yang harus dipertahankan tanpa menghiraukan pengorbanan yang harus diberikan.

Proyeksi dianggap salah satu proses dasar yang memainkan peranan penting dalam kegoncangan-kegoncangan akal.(9) Kadang-kadang percakapan-percakapan tak masuk akal, terutama percakapan-percakapan agresiff adalah dasar pada proses ini, terutama dalam kasus halusinasi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa proyeksi itu adalah suatu tindakan melemparkan pikiran atau harapan yang negatif kepada orang lain, atau dorongan yang tidak masuk akal sehingga dibuat masuk akal atau kelihatan masuk akal. Proyeksi dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

- Menyalahkan sebab yang terjadi kebetulan, tidak relevan, dan khayalan,

- Melihat kekurangan-kekurangan kepribadian yang dimiliki orang-orang lain,

- Menyalahkan orang-orang lain atas kegagalan diri sendiri.

B. Saran

Dari hasil makalah yang penulis buat ini, maka masih banyak kekurangannya, baik dari sisi isinya maupun dari sumber-sumber yang diambil, oleh karena itu untuk kelanjutannya penulis mengharapkan pembaca dapat meningkatkan dan mengembangkan lagi mengenai hal ini.

Referensi:

1. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989), hal. 24

2. Mustafa Fahmi, ,KESEHATAN JIWA Dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 44-45

3. Zakiah Daradjat, Op.cit., hal. 29.

4. Mustafa Fahmi, Op.cit., hal. 48.

5. Yustinus Selimun, Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006), hal. 462.

6. Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hal. 18.

7. Yustinus Selimun, Loc.cit., hal. 462.

8. Ibid.,

9. Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hal 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar