Yang harus diperhatikan oleh peneliti adalah bahwa penelitian ada asumsi yang mendasarinya dan hipotesis yang dirumuskan untuk diuji. Suatu permasalahan umumnya terdiri dari beberapa asumsi, namun satu permasalahan umumnya hanya melahirkan satu hipotesis. Dengan demikian dapat pula di katakan bahwa beberapa asumsi secara eksplisit sebelum merumuskanhipotesis. Adakalanya peneliti membedakan antara hipotesis umum dan hipotesis khusus dalam konteks ini, satu permasalahan dapat saja melahirkan beberapa hipotesis penelitian.
A.ASUMSI
Secara umum, asumsi didefenisikan sebagai hasil abstraksi pemikiran yang oleh peneliti dianggap benar dan dijadikan sebagai pijakan untuk mengkaji satu atau beberapa gejala. Asumsi dianggap benar dan tidak perlu diuji, sedangkan hipotesis perlu diuji. Oleh karena itu asumsi berkenaan dengan komponen-komponen teori aksiomatik, maka beberapa istilah yang relevan dengan itu, akan didefenisikan disini yaitu postulat, aksioma, teoterm, dan generalisasi.
Aksioma lebih dipersepsikan dari pengdekatan kuantitatif atau matematik. Postulat diangkat dari bukti-bukti empiris. Teoterm adalah deduksi dari sejumlah aksioma atau postulat. Generalisasi empiris dibedakan dengan teoterm dari segi pendekatannya, teoterm dibangun berdasarkan pendekatan deduktif, sedangkan generalisasi empiris dibangun berdasarkan pendekatan induktif. Artinya generalisasi empirismerupakan suatu abstraksi dari sejumlah data penelitian yang diperoleh berdasarkan pendekatan insuktif.
Jadi secara emplisit dapat dinyatakan bahwa asumsi dibangun atas dasar teori, apakah dia semacam teoterm atau generalisasi empiris. Untuk merumuskan asumsi, karenanya mahasiswa harus berteori dan teori itu sendiri diperoleh melalui kajian yang luas dan mendalam terhadap kepustakaan yang ada, terutama kepustakaan ilmiah. Kalaupun ada pengarang yang meyatakan bahwa asumsi adalah sebuah pernyataan kebenarannya diterima oleh penyelidik, namun tidak berarti asumsi sama dengan “apa saja” yang dinyatakan dan diterima oleh penyelidik.
B.HIPOTESIS
Hipotesis berasal dari dua kata, yaitu “hypo” yang artinya dibawah, dan “thesa” yang artinya kebenaran. Jadi hipotesis kemudian di Indonesia disesuaikan dengan ejaan bahasa indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Hipotesis adalah penjelasan (jawaban) sementara terhadap masalah penelitian yang berkenaan dengan tingkah laku, fenomena, peristiwa tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Peneliti bukan membuktikan hipotesisnya tapi mengumpulkan data yang mendukung atau menolak hipotesis tersebut.
Hipotesis dirumuskan setelah dilakukan kajian pustaka dan sebelum penelitian dilakukan. Hipotesis secara logis seharusnya sejalan dengan kajian pustaka dan didasarkan pada implikasi penelitian-penelitian terdahulu.
Jenis hipotesis:
Hipotesis secara induktif adalah generalisasi atas dasar pengamatan.
Hipoteis secara deduktif adalah hipoteis yang bersumber dari teori dan memberikan konstribusi pada ilmu pendidikan melalui pemberian bukti yang mendukung, memperluas atau melawan teori tertentu.
Hipotesis penelitian adalah hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif.
Hipotesis statistik adalah hipotesis yang dinyatakan dalam bentuk nol (negatif).
Hipotesis penelitian menyatakan hubungan atau perbedaan antara dua atau lebih variabel (hubungan yang bagaimana yang diharapkan oleh di peneliti untuk diuji melalui pengumpulan data empiris). Hipoteiss nol-directional (tidak terarah) menyatakan bahwa terdapat hubungan atau perbedaan akan tetapi arah hubungan adtrau perbedaan tidak dinyatakan. Hipotesis direksional (terarah) menyatakan hakikat hubungan atau perbedaan. Hipotesis statistik atau nol menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan atau perbedaan antara dua atau lebih variabel, dan bahwa hubungan atau perbedaan yang ada semata-mata berupa hubungan atau perbedaan secara kebetulan.
Ada dua jenis hipotesis yang sering digunakan dalam penelitian, yaitu:
a.Hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (ha). Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
1)Jika…………….maka………..
Jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik.
2)Ada perbedaan antara……dan…..
Ada perbedaan antara orang kaya dan orang miskin dalam berpakaian.
3)Ada pengaruh…………terhadap…………
Ada pengaruh makanan terhadap berat badan.
b.Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol sering disebut sebagai hipotesis statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak ada pengaruh variabel X dan Y.
Rumusan hipotesis nol:
1)Tidak ada perbedaan antara………….dengan…………..
Tidak ada perbedaan antara mahasiswa tingkat I dan mahasiswa tingkat II dalam disipsin kuliah.
2)Tidak ada pengaruh…………..terhadap ……………
Tidak adak pengaruh jarak dari rumah ke sekolah terhadap kerajinan mengikuti kuliah
Rumusan hipotesis:
Model umum rumusan hipotesis dalam penelitian eksperimen adalah:
Xs yang mendapatkan Y menjadi baik dalam hal Z dibanding dengan Xs yang tidak mendapatkan Y. Dalam penelitian ini Xs=subjek penelitian, Y=perlakuan (variabel bebas), sedangkan Z=hasil pengamatan (variabel terikat).
Menguji hipotesis:
Untuk dapat menguji hipotesis, si peneliti menentukan sampel, alat (instrumen), rancangan penelitian, dan prosedur yang memungkin si peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis sedemikian rupa sehingga peneliti dapat menentukan tingkat validitas dari hipotesis.
Menguji hipotesis untuk mengetahui variabel-variabel mana yang berhubungan sama pentingnya dengan mengetahui variabel-variabel mana yang tidak berhubungan.
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis,1974). TRE (Terapi rasional emorif) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientassi kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak.
BAB II
PEMBAHASAN
TERAPI RASIONAL EMOTIF
A. KONSEP-KONSEP UTAMA
TRE adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir irasional dan jahat. TRE menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Menurut TRE, manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesak pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya.
TRE menekankan bahwa manusia berfikir, beremosi, dan bertindak secara simultan, jarang manusia beremosi tanpa berfikir, seab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ellis “ketika mereka beremosi, mereka juga berfikir dan bertindak. Ketika mereka bertindak, mereka juga berfikir dan beremosi . ketika mereka berfikir, mereka juga beremosi dan bertindak”.
Tentang sifat manusia, Ellis menyatakan bahwa baik pendekatan psikoanaitik Freudian maupun pendekatan eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang dibangun di atas kedua sistem psikoterapi tersebut tidak efektif dan tidak memadai. Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri.
Ellis tidak sepenuhnya menerima pandangan eksistensial tentang kecenderungan mengaktualkan diri disebabkan oleh fakta bahwa manusia adalah makhluk –makhluk biologis dengan kecenderungan-kecenderungan naluriahnya yang kuat untuk bertingkah laku dengan cara-cara tertentu.
1. TRE dan Kepribadian
Rangkuman pandangan TRE tentang manusia adalah sebagai berikut:
Neurosis, yang didefenisikan sebagai “berfikir dan bertingkah laku irrasional”, adalah suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia lain dalam masyarakat.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berfikir buruk terhadap sesuatu, maka kitapun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa “gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis (pokok ajaran, atau kepercayaan, ajaran-ajaran yang tidak boleh dibantah) dan tanpa kritik, dan terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah.
TRE menekankan bahwa menyalahkan adalah sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotik atau psikotik, kita harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain yang ada pada orang tersebut. Orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangan.
TRE memnyatakan bahwa orang-orang tidak perlu diterima dan dicintai, bahkan meskipun hal itu diinginkannya. Terapis mengajari para klien bagaimana meraasakan kesakitan, bahkan apabila para klien itu memang tidak diterima dan tidak dicintai oleh orang-orang lain yang berarti. Meskipun mendorong orang –orang untuk mengalami kesedihan karena tidak diterima oleh orang-orang lain yang berarti, terapis TRE berusaha membantu mereka untuk mengatasi segenap manifestasi daari depresi, kesakitan, kehilangan rasa berharga, dan kebencian.
TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan yang keliru, cenderung mengindoktrinasi diri gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autosugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru itu dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjolkan yang terus-menerus diinternalisasi dan tanpa dapat ddihindari mengakibatkan kekalahan diri. Ellis berpendapat sebagai berikut;
a. Gagasan bahwa sangat perlu bagi orang dewasa untuk dicintai atau disetujui oleh setiap orang yang berati di massyarakat.
b. Gagasan bahwa seseorang harus benar-benar kompeten, layak, dan berprestasi dalam segala hal jika seseorang itu menginginkan dirinya dihormati.
c. Gagasan bahwa orang-orang tertentu buruk, keji, atau jahat, dan harus dikutuk dan dihukum atas kejahatannya.
d. Gagasan bahwa lebih mudah menghindari daripada menghadapi kesulitan-kesulitan hidup dan tanggungjawab-tanggungjawab pribadi.
e. Gagasan bahwa adalah merupakan bencana yang mengerikan apabila hal-hal menjadi tidak seperti yang diharapkan.
f. Gagasan bahwa ketidakbahagiaaan manusia terjadi oleh penyebab-penyebab dari luar dan bahwa orang-orang hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan kesusahan-kesusahan dan gangguan-gangguannya.
g. Gagasan bahwa masa lampau adalah determinan yang terpenting dari tingkah laku seseorang sekarang dan bahwa karena dulu sesuatu pernah mempengaruhi kehidupan seseorang, maka sesuatu itu sekarang memiliki efek yang sama.
2. Teori A-B-C tentang Kepribadian
Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teeori dan praktek TRE. A adalah keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang reaksi ini bisa layak dan bisa pula tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C (konsekuensi emosional). B yaitu keyakinan individu tentang A, yang menjadi penyebab C, yakni emosi emosional. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab timbulnya reaksi depresi, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup Ellis berkeyakinan akan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi manusia bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Untuk mudah dimengerti lagi, bahwa A Adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan. B Adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita. C Adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.
Bagaimana gangguan emosional dipertahankan?
Gannguan emosional itu dipertahankan oleh putusan-putusan yang tidak logis atau irrasional yang terus-menerus diulang oleh individu., seperti ”Aku benar-benar bersalah karena bercerai”, ” Aku orang tak berharga”, ”Aku merasa kesepian dan tertolak, dan ini adalah bencana yang mengerikan’. Ellis menyatakan bahwa ”Anda merasakan sebagaimana yang anda pikirkan”. reaksi-reaksi emodional yang terganggu seperti depresi dan kecemasan diarahkan dan dipertahankan oleh sistem keyakinan yang meniadakan diri, yang berlandaskan gagasan-gagasan yang irasional yang telah dimasukkan oleh individu kedalam dirinya.
Setelah A-B-C menyusul D, D adalah penerapan metode ilmiah untuk membantu para klien menantang keyakinan-keyakinannya yang irasional yang telah mengakibatkan ganggguan-gangguan emosi dan tingkah laku. Karena prinsip-prinsip logika bisa diajarkan, prinsip-prinsip ini bisa digunakan untuk menghancurkan hipotesis-hipotesis yang tidak realistis dan tidak bisa diuji kebenarannya. Metode logikoempiris ini bisa membantu para klien menyingkirkan ideologi –ideologi yang rusak.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
TRE berasumsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioralnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri,menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan-gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganngu, menyerang gagasan-gagasan irasional mereka diatas dasar-dasar logika, dan mengajari mereka bagaimana berfikir secara logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irasionalnya. Jadi, TRE mengonfrontasikan (merundingkan) pada klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menantang, mempertanyakan, dan membahas keyakinan-keyakinan yang irasional itu.
B. PROSES TERAPEUTIK
1. Tujuan-tujuan Terapeutik
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Menurut Ellis, tujuan utama psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Inti dari proses terapeutik TRE ini adalah penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapinya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar.
2. Fungsi dan Peran Terapis
Aktivitasn-aktivitas terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien membebasskan diri dari gagasanp-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah manjadikan klien suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan tahyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama: adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”.
Langkah kedua: adalah membawa klien ke tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus-menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan kata lain, karena klien tetap mereintroktrinasi diri, maka dia bertanggung jawab atas masalah-masalahnya sendiri.
Untuk melangkah kea rah pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengabil langkah yang ketiga, yakni berusaha agar klien memperbaiki pikitan-pikirannya yang meninggalkan gagasan yang irasionalnya. TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk mamahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan proses penyalahan diri.
Langkah terakhir dalam proses terapeutik adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional. Diharapkan terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional.
TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien mengajari klien-klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Ellis memberikan gambaran tentang apa yang dilakukan oleh pempraktek TRE:
a. mengajak klien untuk berfikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasioal yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c. Menunjukkan kepada klien ketidalogisan pemikirannya.
d. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f. Menggunakan absurnitas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.
g. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris.
h. Mengajari klien bagaimana menerapkan penerapan ilmiah pada cara berfikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan dating, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berprilaku yang merusak diri.
3. Pengalaman Klien dalam Terapi
Proses terapeutik difokuskan kepada pengalaman klien pada saat sekarang. Sama halnya dengan terapi-terapi client-centered, dan eksistensial, TRE menitik beratkan pengalaman-pengalaman disini dan sekarang dan kemampuan klien untuk mengubah pola-pola berfikir dan beremosi yang diperoleh pada masa kanak-kanak.
Pokok permasalahannya adalah bagaimana agar klien bisa menjadi sadar atas pesan-pesan yang mengalahkan diri dan agar klien menantangnya. Ellis mengatakan bahwa klien acap kali bisa membaik bahkan meskipun dia tidak pernah memahami sumber atau perkembangan masalah-masalahnya.
Pengalaman utama klie dalam TRE adalah mencapai pemahaman. TRE berasumsi bahwa pencapaian pemahaman emosional (emosional insight) oleh klien atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya adalah bagian yang sangat penting dari proses terapeutik. Ellis mendefenisikan pemahaman emosional sebagai “mengetahui ataumelihat penyebab-penyebab masalah dan bekerja, dengan keyakinan dan bersemangat, untuk menerapkan pengetahuan itu pada penyelesaian masalah-masalah tersebut”. Jadi, TRE menitikberatkan penafsiran sebagai suatu alat terapeutik.
TRE mengungkapkan tiga taraf pemahaman. Untuk menglukiskan ketiga taraf pemahaman, maka kita contohkan seorang klien pria yang berusaha mengatasi rasa takutnya terhadap wanita. Taraf pertama: klien menjadi sadar bahwa ada antesenden tertentu yang menyebabkan dia takut pada wanita. Taraf kedua: klien mengakui bahwa dia masih marasa terancam oleh wanita dan tidak nyaman berada di atara wanita karena dia tetap mempercayai dan mengulang-ulang, keyakinan-keyakinan irasional yang telah diterimanya. Taraf ketiga: terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan membaik, juga tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan benar-benar, melakukan hal-hal yang bersifat kontropropaganda. Yang penting adalah bahwa klien terlibat dalam kegiatan yang akan menghancurkan penyangga-penyangga ketakutannya yang irasional.
TRE menekankan pekmahaman-pemahaman taraf kedua dn ketiga, yakni pengakuan klien bahwa dirinya yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang semula menganggu dan bahwa dia sebaiknya menghadapinya secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapuskannya.
4. Hubungan antara Terapis dan Klien
Menurut Ellis, para pempraktek rasional-emotif cenderung tampil imformal dan menjadi dirinya sendiri. Mereka sangat aktif dan direktif serta sering memberikan pandangan-pandangan sendiri tanpa ragu. Mereka bisa menjadi objektif, dingin, dan hamper tidak manunjukkan kehangatan kepada sebagian besar kliennya.mereka bisa bekerja dengan baik dalam menangani para klien yang secara pribadi, melainkan membantu klien dalam mengatasi gangguan-gangguan emosionalnya.
Hubungan pribadi atau kehangatan dan afeksi antara terapis dank lien tidak dipandang sangat penting dalam TRE, tidak berarti bahwa transferensi tidak dianggap signifikan. Ellis percaya bahwa hubungan antara terapis dan klien merupakan bagian yang berarti dari proses terapeutik, tetapi arti itu berbeda dengan arti yang terdapat dalam sebagian besar psikoterapi yang lainnya. Ellis mengatakan bahwa TRE menekankan pentingnya peran terapis sebagai model bagi para klien. Selama pertemuan terapi, terapis memainkan peran sebagai model yang tidak terganggu secara emosional dan yang hidup secara rasional. Terapis juga menjadi model orang yang berani bagi klien dalam arti dia secara langsung mengungkapkan system-sistem keyakinan klien yang irasional tanpa takut kehilangan rasa suka dan persetujuan dari klien.
Oleh karena itu TRE menekankan bahwa bantuan bagi klien bisa diperoleh dari terapis yang sangat terlatih dan rasional. Lebih dari itu, TRE menekankan toleransi penuh dan penghormatan positif tanpa syarat dari terapis terhadap kepribadian klien dalam arti terapis menghindari sikap menyalahkan klien. Terapis secara sinambung menerima klien sebagai manusia yang pantas dihormati, karena keberadaannya, dank arena apa yang dicapainya.
C. PENERAPAN: TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
1. Teknik-Teknik dan Prosedur-prosedur Utama TRE
Teknik TRE yang esensial mengajarkan secara ektif-direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereduksi klien. Terapis menunjukkan penyebab ketidaklogisan gangguan-gangguan yang dialami klien dan verbalisasi-verbalisasi diri yang telah mengekalkan gangguan-gangguan dalam hidup klien.
TRE adalah suatu proses didaktik dan karenya menekankan metode-metode kognitif. Ellis menunjukkan bahwa penggunaan metode-metode terapi tingkah laku seperti pelaksanaan pekerjaan rumah, desensitisasi, pengondisian operan, hipnoterapi dan latihan asertif cenderung digunakan secara aktif-direktif dimana terapis lebih banyak berperan sebagai guru dibandingkan sebagai pasangan yang berelasi secara intens.
Teori yang menopang pelaksanaan pekerjaan rumah dalam TRE adalah bahwa karena orang-orang biasa mengatakan kepada diri sendiri kalimat-kalimat irasional yang menciptakan gangguan-gangguan emosional maka mereka mengondisikan diri dengan proses-proses berfikir dan pembayangannya sendiri. Jadi mereka sering menciptakan suatu ramalan pemenuhan hasrat diri yang negatif dan menjadi sungguh-sungguh gagal karena mereka selalu lebih dahulu mengatakan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka akan gagal.
Prosedur-prosedur pekerjaan rumah dirancang untuk membantu para klien agar mereka mengalami kecemasan yang bisa ditembuss oleh mereka bagi pertumbuhan pribadi. Sebagaimana dikatakan Ellis bahwa ”pelaksanaan pekerjaan rumah TRE biasanya merupakan cara-cara untuk mendorong mereka agar menjadi hedonis-hedonis jangka panjang: untuk tetap dengan kesakitan-kesakitan mereka sekarang...bahkan kadang-kadang memperhebat agar akhirrnya menghapuskan atau memusnahkan tingkah laku mengalahkan diri”. Menurut Ellis, para klien telah mempraktekkan verbalisasi-verbalisassi diri yang menimbulkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku dan pelaksanaan pekerjaan rumah mendorong mereka untuk mempraktekkan pengondondisian balik dengan seperangkat keyakinan yang rasional.
Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
b. Menggunakan humor.
c. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
e. Bertindak sebagai model dan guru.
f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
g. Menggunakan "terapi kejutan vebal" atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
h. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
i. Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.
2. Penerapan pada Terapi Individual
TRE yang diterapkan pada penganganan seorang pada umunya dirancang sebagai yang relatif singkat. Ellis menyatakan bahwa orang yang mengalami emosional yang berat sebaiknya menjalani terapi individual maupun kelompok dalam periode tujuh bulan sampai satu tahun agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekkan apa yang sedang mereka pelajari.
Ellis mengatakan bahwa kebanyakan klien yang ditanggani secara individual memiliki satu sassion setiap minggunya dengan jumlah antara lima sampai lima puluh sassion. Pertama klien mulai mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis mencari peristiwa-peristiwa pencetus yang mengakibatkan perasaan-perasaan yang membingungkan itu. Terapis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan-kegiatan pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk secara langssung melumpuhkan gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang rasional. Setiap minggu terapis memeriksa kemajuan kliennya dan secara sinambung belajar mengatasi keyakinan-keyakinan irrasional sampai ia lebih dari sekadar menghilangkann gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang lebih toleran dan rasional.
3. Penerapan pada Terapi Kelompok
TRE sangat cocok untuk diterapkan pada terapi kelompok karena semua anggota diajari untuk menerapkan prinsip-prinsip TRE pada rekan-rekannya dalam setting kelompok. Ellis telah mengembangkan suatu bentuk terapi kelompok yang dikenal dengan nama A Weekend of Rational Encounter yang memanfaatkan metode-metode dan prinsip-prinsip TRE. Terapi kelompok ini dibagi kedalam dua bagian utama. Bagian pertama terdiri atas 14 jam terapi rational-encounter tanpa berhenti, yang diikuti oleh waktu istirahat selama delapan jam. Bagian kedua mencakup terapi 10 jam lagi. Pada tahap-tahap permulaan, prosedur-prosedur emotif-evokatif tidak digunakan, dan tidak pula diusahakan pemecahan masalah dan pembuatan putusan. Setelah terapi berjalan lancar, prinsip-prinsip logika berfikir rasional yang biasa digunakan dalam terapi individual, diterapkan pada kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inti dari proses terapeutik TRE ini adalah penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional
Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
1. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
2. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
3. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
4. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
B. SARAN
Dari hasil makalah yang penulis buat ini, maka masih banyak kekurangannya baik dari sisi isi maupun dari sumber-sumber yang diambil, oleh karena itu untuk kelanjutannya penulis mengharapkan pembaca dapat meningkatkan dan mengembangkan lagi mengenai hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Corey, Gerald. 2009. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
- Pujosuwarno Sayekti, M.Pd, Dr. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Menara Mas Offset: Yogyakarta.
- Surya Mohammad. 1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori).Yogyakarta: Kota Kembang.
- Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Progam Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta