Sabtu, 12 Juni 2010

AL-QUR'AN DAN KEPERAWATAN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu manifesatikan dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-kultural-spiritual yang komprehensif, ditunjukkan kepada individu keluarga dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan Islam tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Berbagai dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits juga Tarikh Islam diyakini bahwa keperawatan Islam ada sejak jaman nabi Adam. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut memiliki keterampilan intelektual, interpersonal, tehnikal serta memiliki kemampuan berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.[1]

Paradigma Keperawatan Islam adalah cara pandang persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang melaksanakan sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam.

Paradigma Keperawatan Islam di bangun melalui empat komponen besar, yaitu : manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan serta keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

1. Al-Qur’an

Menurut bahasa, “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian seperti ini dikemukakan dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah, ayat 17-18:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.

Adapun menurut istilah Al-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah”.

Arti Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti ‘bacaan’, asal kata qara`a. Kata Alqur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru` (dibaca). Adapun definisi Alqur’an adalah: “Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad saw. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.”[2]

2. Keperawatan

Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan komunitas dalam mencapai, memelihara, dan menyembuhkan kesehatan yang optimal dan berfungsi. Definisi modern mengenai keperawatan didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan suatu seni yang memfokuskan pada mempromosikan kualitas hidup yang didefinisikan oleh orang atau keluarga, melalui seluruh pengalaman hidupnya dari kelahiran sampai asuhan pada kematian.

B. AL-QUR’AN DAN KEPERAWATAN

Banyak ayat Al Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena AlQur’an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat bagi orang-orang yang mukmin.[3]

“Dan kami menurunkan Al Qur’an sebagai penawar dan Rahmat untuk orang-orang yang mu’min.” (QS. Al Isra/17: 82)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar Ra’d/13: 28)

Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al Qur’an yaitu “Asysyifâ” yang artinya secara Terminologi adalah Obat Penyembuh.

“Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus/10: 57)

Di samping Al Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sebagai sumber dari pembuat obat- obatan.

“Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, korma, anggur dan buah-buahan lain selengkapnya, sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan”. (QS. An-Nahl 16:11)

“Dan makanlah oleh kamu bermacam-macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman madu yang bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai obat untuk manusia. Di alamnya terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan”. (QS. An-Nahl 16: 69)

Berdasarkan keterangan tadi, dapat dipastikan bahwa orang yang membaca Alqur’an akan merasakan ketenangan jiwa.

Banyak pula hadits Nabi yang menerangkan tentang keutamaan membacanya dan menghafalnya atau bahkan mempelajarinya.

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alqur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhori)

“Siapa saja yang disibukkan oleh Alqur’an dalam rangka berdzikir kepada-Ku, dan memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan berikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaannya Kalam Allah daripada seluruh kalam selain-Nya, seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya.” (HR. At Turmudzi)

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) Allah, mereka membaca Alqur’an dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketentraman, mereka diliputi dengan rahmat, malaikat menaungi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka pada makhluk yang ada di sisi-Nya”. (HR. Muslim)

“Hendaklah kamu menggunakan kedua obat-obat: madu dan Alqur’an” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Mas’ud)

C. KEPERAWATAN MELALUI AL-QUR’AN

Gangguan psikobiologis akan berkembang biak dengan subur dimasa ketegangan, pengolakan, kekacauan, serta kritis kejiwaan dan social yang merebak dimana-mana, seperti yang sekarang ini. Ganggaun semacam ini dikenal dengan istilah psikosomatis yaitu penyakit yang sebenarnya berasal dari factor kejiwaan seperti kegelisahan, ketegangan, terlalu banyak pikiran dan emosi yang berlebihan, tapi kemudian muncul dalam bentuk penyakit fisik (secara biologis).[4] Jadi penyakit fisik itu berpunca dari penyakit psikis seseorang, mungkin diakibatkan tekanan-tekanan dalam dirinya yang berakibat pada fisiknya.

Untuk mengetahui tentang penyembuhan penyakit lebih lanjut, terlebih dahulu kita lihat bagaimanakah seseorang dikatakan sehat. Organisasi kesehatan se-Dunia(WHO, 1959) memberikan kriteria jiwa yang sehat atau mental yang sehat adalah:

1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya.

2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.

3. Mersa lebih puas memberi dari pada menerima.

4. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk di kemudian hari.

7. Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan kontruktif.

8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

WHO (1984) telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan suatu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksudkan sehat adalah tidak hanya dalam arti fisik, psikologik dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti spiritual/agama (empat dimensi sehat: bio-psiko-sosial-spiritual).[5] Perhatian ilmu kedokteran umumnya dan kedokteran jiwa (psikiatri) khususnya terhadap agama semakin besar. Tindakan kedokteran tidak selamanya berhasil, seorang ilmuan kedokteran berkata: Dokter hanya mengobati, Tuhan yang menyembuhkan. Pendapat ilmuan tersebut sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad (dari Jabir bin Abdullah r.a). sabdanya:

”Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh”.

Ada beberapa ayat Al-Qur’an mengenai penanganan atau perawatan terhadap penyakit, yaitu sebagai berikut:

1. Perawatan agar tidak terkena penyakit non-psikosis

Perintah menjalankan ibadah puasa tiada lain merupakan latihan pengendalian diri agar kita memiliki jiwa yang sehat serta meningkatkan kaimanan/ketakwaan kepada Allah SWT. Agar terhindar dari melakukan perbuatanyang sia-sia dan melanggar etik, moral maupun hukum.[6] Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang mengatakan:

”Puasa itu bukanlah hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu ialah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji”.

Dapatkah puasa mencegah gangguan jiwa? Gangguan jiwa yang dimaksud disini adalah gangguan jiwa yang tergolong non-psikosis, yaitu gangguan jiwa dimana seseorang itu masih memiliki kesadaran atau pemahaman diri (insight) yang baik, namun tidak mampu mencegahnya. Apa yang dimaksud disini adalah jenis gangguan jiwa fobia, obsesi dan kompusli.

2. Perawatan kesehatan tubuh

Akhir-akhir ini, banyak perubahan besar yang gigih mengajak mesayarakat untuk menjaga berat badan.[7] Di antara beberapa sebab yang dapat memicu seseorang hingga menderita penyakit obesitas (kegemukan) adalah:

a. Kurang olahraga atau jarang melakukan aktivitas fisik yang memadai.

b. Mengkonsumsi makanan secara berlebihan.

c. Sering mengalami stress karena menghadapi berbagai kerumitan permasalahan hidup modern.

Tiga faktor ini bisa terjadi pada seseorang secara bersamaan. Seorang karyawan yang seharian duduk di kursi kerja, dapat menderita kegemukan karena berlebihan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalori dan lemak saat duduk. Makanan saat ini, seperti nasi, spaghetti, mudah sekali menambah berat badan.

Hadis Rasulullah SAW. Menegaskan:

”Kami adalah umat yang baru akan makan ketika lapar terasa, dan jika kami makan, kami akan berhenti sebelum kekenyangan”.

Ajaran dalam hadis ini menjaga muslim dari dispepsia (sakit gangguan pencernaan akibat berlebihan makan), menjaga agar perutnya tidak terlalu penuh, yang kemudian bisa berakibat pada munculnya penyakit yang berbahaya seperti obesitas, penyumbatan arteri dan serangan jantung.

Melihat hal ini Allah juga berfirman Dalam QS. Al-A’raf: 31

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Ayat ini merupakan salah satu dari keajaiban medis yang abadi. Ia menjauhi sikap berlebihan dalam makan dan minum supaya kita terhindar dan terjaga dari apa-apa yang menimpa orang-orang yang berlebihan, yaitu berbagai penyakit dan pertahanan diri yang lemah, serta bahaya lain yang mematikan seperti pengakit gula.

Banyak orang yang mengira bahwa dengan banyak mengkonsumsi sejumlah besar makanan akan menambah kesehatan dan kekuatan diri, padahal kuantitas makanan yang berlebihan dapat menyebabkan hal sebaliknya dari apa yang mereka hapapkan.

Harits bin Kaldah, seorang dikter kenamaan bangsa Arab berkata ”Sesungguhnya perut adalah sarang penyakit, dan menjaganya adalah inti dari pengobatan”.[8] Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW:

”Tidak baik bagi manusia memenuhi seluruh ruang dalam perutnya, cukuplah baginya terisi sesuatu yang mampu membuat tulang rusuknya tegak. Maka sebaiknya perut itu terisi oleh sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga untuk dirinya (udara)”. (HR. Muslim)

3. Konsep Islam dalam memerangi NAZA

Bagaimanakah konsep islam dalam hal memrangi penyalahgunaan NAZA ini? Jawabannya adalah berpegang teguh pada ”tali” Allah, yaitu Agama. Nabi Muhammad menyampaikan pesan sebagaimana diriwayatkanileh Al-Hakim, sabdanya;

”Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu, jika kamu berpegang teguh padanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu: Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabinya (Muhammad SAW)”.

Berdasarkan pengamatan empiris, penelitian ilmiah, serta tuntunan Al-Qur’an dan Hadis, dalam hal memerangi penyalahgunaan NAZA. Islam lebih menekankan kepada pencegahan yaitu antara lain:[9]

a. Pendidikan agama perlu ditanamkan sejak dini.

b. Kehidupan beragama di rumah tangga perlu diciptakan dengan suasana kasih sayang antara ayah-ibu-adak.

c. Perlu ditanamkan pada anak/remaja sedini mungkin bahwa penyalahgunaan NAZA ”haram” hukumnya sebagaimana makan babi hukumnya haram menurut agama Islam.

d. Peran dan tanggung jawab orang tua amat penting dan menentukan bagi keberhasilan pencegahan penyalahgunaan NAZA.

e. political will” dan ”polotical action” pemerintah perlu dukungan kita semua dengan diberlakukannya UU, dan peraturan-peraturan disertai tindakan nyata dalam upaya melaksanakan ”amar ma’ruf nahi munkar” demi keselamatan anak/remaja muda penerus dan pewaris bangsa.

4. Pencegahan AIDS yang Islami

Bagaimanakah pencegahan penularan penyakit AIDS yang benar, bertanggung jawab serta Islami? Karena sesungguhnya AIDS adalah penyakit perilaku seksual manusia, maka pencegahannya adalah dengan merubah perilaku seksual itu kearah yang sehat, aman dan bertanggung jawab. Oleh karena itu jawaban Islam adalah:[10]

a. Perilaku seks yang sehat adalah yang halal, yaitu menikah, bukan dengan kondom.

b. Perilaku seks yang aman adalah yang halal, yaitu menikah bukan dengan kondom.

c. Perilaku seks yang bertanggung jawab adalah yang halal, yaitu menikah, bukan dengan kondom.

Mengapa dikatakan demikian? Maka marilah kita simak firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum: 21.

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dengan demikian, jelaslah ayat tersebut bahwa bagi orang yang berfikir, mereka akan memilih menikah daripada hidup bersama tanpa nikah. Oleh karena itu tidak perlu umat Islam tidak perlu bingung dan ragu terhadap berbagai tawaran yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab serta tidak Islami.

Menurut fitrahnya, manusia itu adalah makhluk yang beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga yang mengangkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan. Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas diri (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah Allah dimuka bumi.[11]

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam Al-Qu’an terdapat bayak sekali mengenai perawatan, karena Islam itu mengatur kehidupan manusia dari hal yang paling kecil hingga yang paling besar. Keperawatan tidak hanya diperlukan sesudah penyakit itu datang, melainkan sebelumnya juga kita harus merawat diri kita agar tidak terjadi atau tidak terkena penyakit yang tidak diinginkan.

Dalam Islam menekankan keperawatan sebelum terjadinya penyakit, misalnya Islam tidak terlalu banyak membicarakan bagaimana mengobati penyakit NAZA ataupun AIDS, melainkan Islam membicarakan bagaimana pencegahan penyakit tersebut. Mengapa demikian? karena Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara hidup yang baik, yang kesemua itu bukan untuk mengekang manusia, melainkan untuk kebaikan manusia itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

- Al-Isawi, M. Abdurrahman, 2002, Islam dan Kesehatan Jiwa, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.

- Hawari, Dadang, 1997, AL-QUR’AN (Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental), Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

- http://www.antoe.web.id/?p=496

- http://musiconlinecairo.multiply.com/journal/item/34

- Yusuf, Syamsu, 2004, Mental Hygiene, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.


[3] Ibid.,

[4] Abdurrahman M. Al-Isawi, Islam dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal. 17.

[5] Dadang Hawari, AL-QUR’AN (Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental), (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 13.

[6] Ibid.,

[7] Abdurrahman M. Al-Isawi, Op,cit., hal. 23.

[8] Ibid., hal. 44.

[9] Dadang Hawari, Op,cit., hal. 150.

[10] Ibid., hal. 107.

[11] Syamsu Yusuf, Mental Hygiene, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal. 133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar